Pagi cepat sekali tersingkir oleh senja. Aku tahu mengapa satriaku berhenti berlari, aku tahu mengapa satriaku berubah. Berubah menjadi bungkam dan diam. Seakan benar-benar membisu selama beberapa bulan ini. Benar, itu karena pagi harinya telah berubah menjadi senja.
Ketika pagi mewarnai harinya, aku begitu menyukai segala permainan di kehidupannya, apapun yang ia lakukan sungguh aku mengagumi itu. Gerak-gerik gesturenya membuat aku tertegun luluh dibuatnya. Selang beberapa waktu aku mulai meniru gaya dan hobi-nya, bahkan gerak-geriknya. Entah, itu terjadi begitu saja tanpa ku sengaja. Namun tak masalah bagi kertas kosong seperti ku.. aku butuh goresan pinsil untuk mengisi kertas kosong itu. Biarkan satriaku mengendalikan gagang pinsilnya. itu akan membuatku semakin bahagia melihat hitam putih goresannya. Ketika ia bahagia, aku juga akan bahagia.
Ternyata memang benar, pagi cepat berubah menjadi senja. dimana kebahagiaan direnggut oleh kesedihan yang teramat dalam. Satriaku berubah.. Sungguh ku melihat begitu gelapnya keberadaannya dengan hati yang berdarah. Satriaku engkau mengapa? didalam hatiku bertanya begitu begitu seterusnya. Senyuman yang pernah membuatku meleleh bak lilin yang terbakar telah hilang di telan mereka-mereka yang mampu menyingkirkannya.
Berulang kali, ku berusaha membangkitkan jiwanya, membangkitkan semangatnya. Hanya sia-sia.. tak tergerak hatinya untuk bangun dari keterpurukannya, satriaku menangis.. menangis hari lalu, hari ini, dan seterusnya, bahkan entah sampai kapan satriaku tetap tak mau menghentikan air matanya. Jangan tanya apa usahaku untuk mengembalikan kehidupan indahnya.. sudah ku lakukan deminya, namun ternyata usaha itu hanya membuatnya semakin lara, semakin duka, satriaku semakin merasa terkalahkan. Sekarang bukan karena mereka saja, tapi karena ku juga.
Aku salah, selama ini memang benar aku sama dengannya. Tiga tahun terakhir ini aku mirip dengannya. Yang aku takutkan adalah bila senja itu juga menghampiri ku. Mengapa aku membujuk satriaku untuk bangkit? karena aku pikir agar senja dalam kehidupannya hilang dan nantinya akan hilang pula senjaku. Karena aku merasa kehidupanku juga mengikuti kehidupannya. Aku dibelakang satriaku.
Lelah, sia-sia. usaha untuk menghentikannya semakin sulit.. satriaku semakin larut dalam kegelapannya.
Alhasil benar dengan apa yang selama ini aku ramalkan dengan pemikiran dangkalku sendiri. Benar-benar terjadi. Apa yang terjadi padanya terjadi pula padaku. Aku benar-benar mengikuti jalan hidupnya. Senja itu datang padaku. Aku merasakan apa yang satriaku rasakan. bagaimana sakitnya, bagaimana terpuruknya, bagaimana gelapnya, itu semua kurasakan saat ini juga. Lalu bagaimana? ini sudah terjadi padaku. Satriaku pun masih berada dalam keterpurukannya sendiri. ia masih tak bergeming untuk berdiri dan bangkit menghajar senjanya.
Mata ini tak kuasa menahan air yang tersimpan begitu banyak didalamnya. ku teteskan satu, dua, dan semakin deras meratapi segala sesuatu yang terjadi pada ku dan satriaku. Mengapa terjadi? tapi ku pikir ini memang hukum alam. Dimana diatas langit ada langit. Di dunia ini tidak ada yang terbaik, dari yang terbaik akan ada yang lebih baik, dan seterusnya.
Hati tak terima, namun logikaku yang semakin matang mengakui bahwa ini hanyalah rasa manusiawi. Logikaku menerima bahwa aku tak mau terkalahkan oleh yang lain. tapi nyatanya aku kalah... dimana kala itu pagi menjadi senja. Aku memikirkan satriaku juga.. apa karena ini dia bungkam dan berhenti? aku yakin, pasti karena ini. karena apa yang satriaku rasakan akan kurasakan. aku merasakannya, aku merasakannya. Bahkan aku sempat berpikir aku harus berhenti juga seperti apa yang satriaku lakukan. Sampai sekarang bahkan ia masih terduduk dalam kurungannya. Aku lelah, aku sakit, aku menyerah.. aku dengan mu satriaku. kita benar sama.
Dulu aku memaki satriaku, bahwa ia bodoh karena tak mau bangkit. kini aku juga bodoh.. sulit bangkit. Tapi ambisi ini sedikit memberi kekuatan. seakan menyelamatkanku dan menyadarkanku untuk tetap bertahan, belajar dan bangkit sekaligus membangunkan satriaku dari keterpurukannya. Aku percaya, senja ini hanya sementara.. hanya perlu belajar, belajar, dan belajar akan mengembalikan pagiku. Karna sejatinya Setelah senja, Setelah gelap, akan kembali pagi. Akan ku mulai dari diriku sendiri, kemudian akan ku jabat tangan satriaku kembali. Biarlah satriaku menikmati gelapnya malam. Pagi nanti akan ku jemput kembali.. Meraih cita-cita yang kita impikan. Kita bisa. Pasti bisa.
aku mohon satriaku, kembali..
Bantu aku, melewati senja yang sama.